rekanindonesia.org. Surabaya. Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, meminta pelayanan kesehatan dan data warga yang memiliki masalah kesehatan, terutama gizi buruk diperhatikan betul.Karena itu, pelayanan di puskesmas wajib tuntas 25 menit atau paling lama 30 menit. Agar banyak warga yang terlayani.
“Kepala Puskesmas wajib memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Pelayanan wajib selesai paling lama 30 menit,” kata Eri di Surabaya, Kamis (10/11/2022).
Sebelumnya, saat mengumpulkan sebanyak 63 kepala puskesmas di Graha Sawunggaling, Kantor Pemkot Surabaya, Rabu (9/11/2022) Eri selalu menginginkan agar Kota Surabaya, Jawa Timur, tak memiliki kasus atau nol angka stunting.
“Kasus stunting, gizi buruk dan kemiskinan menjadi perhatian utama pemerintahannya.” tegas Eri.
Eri ingin, semua puskesmas memiliki data reel tentang balita stunting, pra stunting hingga kasus gizi buruk di wilayahnya masing-masing.
Dengan demikian, ia berharap penanganan terhadap balita stunting, pra stunting, dan gizi buruk, bisa tertangani dengan cepat sehingga pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut bisa normal kembali.
“Setelah itu, jangan ada lagi pra stunting menjadi stunting,” ujar Eri.
Eri menjelaskan, pekan depan akan ada tim yang turun untuk mengecek kinerja puskesmas, termasuk lurah, camat, serta perangkat daerah, yang berhubungan dengan bidang kesehatan.
“Jadi nanti kalau ketahuan ada yang kinerjanya tidak sesuai, hal kecil kantornya kotor, atau pelayanannya jelek, akan saya beri tanda bendera. Biar masyarakat tahu,” ujar Eri.
Terkait hal itu, Bagus Romadon, Ketua Kolektif Pimpinan Wilayah (KPW) Relawan Kesehatan (Rekan) Indonesia Provinsi Jawa Timut menyatakan dukungannya terhadap upaya walikota Surabaya dalam mengentaskan stunting dari wilayah Surabaya.
Komisi E dan Pj Gubernur DKI Jangan Asal Ngomong Soal Bangun RS Khusus Anak
Apalagi, lanjut Bagus. Prevalensi stunting di Kota Surabaya berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 mencapai 28,9 persen. Stunting merupakan kondisi balita mengalami kekurangan gizi kronis akibat infeksi berulang ini tingkat prevalensi di Kota Surabaya di atas rata-rata nasional yakni, 24,4 persen.
“Karena dalam upaya mencegah stunting perlu akurasi data untuk menyasar target yang tepat. Perlu juga kerja sama lintas sektoral dan kolaborasi dengan mitra kerja,” ujar Bagus kepada rekanindonesia.org hari ini (12/11).
Bagus mengatakan saat ini terdapat sedikitnya 6.600 anggota Tim Pendamping Keluarga (TPK) di Surabaya terdiri dari PKK, Bidan dan Kader KB.
“TPK diharapkan bersinergi dengan seluruh elemen masyarakat untuk melakukan pendampingan keluarga beresiko stunting dalam memberikan intervensi yang tepat sehingga dapat terjadi penurunan angka stunting hingga angka 14 persen pada tahun 2024.” papar Bagus.
Hal ini, menurut Bagus. Pengentasan stunting tidak bisa dilakukan hanya oleh pemerintah daerah saja, sehingga pemerintah daerah harus membangun kolaborasi yang berlandaskan partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat di Surabaya.
Be the first to comment on "Rekan Indonesia Jatim Dukung Upaya Walikota, Surabaya Bebas Stunting"