Jakarta. Salah satu fungsi dan tugas dari anggota dewan DKI Jakarta adalah turut serta dalam mensosialisasikan peraturan daerah kepada warga DKI, fungsi dan tugas ini dijalankan oleh Anggara Wicitra Sastroamidjojo, Wakil Ketua komisi E DPRD DKI Jakarta. Bang Ara, panggilan akrab anggota dewan dari fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) melakukan sosialisasi peraturan daerah no. 4 tahun 2009 tentang sistem kesehatan daerah dihadapan 100 orang pengurus Relawan Kesehatan (Rekan) Indonesia dari 5 wilayah di DKI Jakarta, Minggu (25/8) di Petogogan, Kebayoran Baru, Jaksel.
Dalam sosialisasi yang menghadirkan nara sumber ketua Rekan Indonesia DKI Jakarta, Martha Tiana Hermawan ini acara berlangsung dinamis. Banyak keluhan warga terhadap pelayanan kesehatan di DKI terungkap melalui sesi tanya jawab.
Tian panggilan akrab ketua Rekan Indonesia DKI Jakarta dalam paparannya menjelaskan terkait masih banyaknya warga DKI Jakarta yang belum paham program jaminan kesehatan Jakarta (Jamkesjak), padahal dalam program jamkesjak yang dijalankan dinas kesehatan DKI Jakarta ini, warga DKI banyak mendaptkan banyak manfaat terkait jaminan pembiayaan pengobatan yang tidak dicover oleh BPJS Kesehatan misalnya : pembiayaan pengobatan bagi korban salah sasaran tawuran, KDRT, dan Medical Checkup bagi yatim piatu, supir jaklinko, dan warga yang tercatat dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
“Sangat disayangkan masih banyak warga yang belum tersosialisasi terkait Jamkesjak ini, termasuk direksi RS pun belum mengetahui terkait Jamkesjak. Bahkan jajaran pemerintah kota pun juga belum tahu adanya program Jamkesjak. Sehingga patut dipertanyakan keseriusan Dinkes DKI dalam menjalankan Jamksejak yang didanai lewat APBD DKI” ungkap Tian.
Dalam sesi tanya jawab, Fitri, warga Jaksel mempertanyakan terkait dana pengadaan makanan bergizi untuk balita di Posyandu yang minim. Dirinya yang juga petugas posyandu di RW nya merasa betapa sulit dengan anggaran Rp 300 ribu harus memenuhi makan bergizi untuk 100 balita di posyandunya.
“Kalau bisa dana untuk makanan bergizi di posyandu dinaikan agar posyandu bisa memenuhi makanan bergizi bagi balita yang dipantau oleh posyandu” keluh Fitri.
Selain posyandu, Fitri juga menyampaikan persoalan masih minimnya pengetahuan warga dalam mencegah TB bagi balita. Padahal ini merupakan hal penting sebagai upaya preventif kesehatan dalam pencegahan TB bagi balita di DKI.
“Masih banyak orangtua yang tidak memeriksakan balitanya ketika dalam pencatatan di posyandu, anaknya tidak mengalami kenaikan berat badan selama 3 bulan. Dan masih banyak orangtua yang balitanya terkena TB beranggapan akibat tertular dari temannya sesama balita. Padahal banyak kasus justru lingkungan rumah dan orantua yang tidak menjalankan PHBS (pola hidup bersih dan sehat-red)” papar Fitri
Menanggapi hal tersebut, bang Ara menjelaskan bahwa persoalan sosialisasi yang tidak sampai ke warga menjadi persoalan yang akut dari tahun ke tahun. Dimana metodologi sosialisasi dan peran aktif petugas kesehtan di dinkes DKI belum optimal dalam melakukan sosialisasi kepada warga.
“Seharusnya petugas kesehatan di dinkes baik itu petugas puskesmas maupun RSUD ikut berperan serta aktif mensosialisasikan program jamkesjak kepada warga DKI yang ditemuinya. Apalagi program jamkesjak ini sangat banyak manfaatnya bagi warga DKI karena banyak pembiayaan kesehatan yang tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan justru dijamin oleh Jamkesjak” tegas bang Ara.
Menanggapi ungakapan dari Fitri, bang Ara mengatakan bahwa apa yang disampaikan terkait dana penyediaan makanan bergizi bagi balita di posyandu sudah terpikirkan olehnya dan akan diperjuangkan melalui komisi E tempat dia menjalankan fungsinya sebagai anggota dewan DPRD DKI Jakarta.
“Memang miris melihat posyandu, dengan anggaran yang minim kader posyandu memiliki peran sebagai garda depan mengatasi persoalan stunting di DKI yang angkanya lumayan tinggi. Bahkan masih banyak psoyandu yang berkerja dengan peralatan yang kurang dan saling pinjam dari satu posyandu ke posyandu lainnya.” jelas bang Ara.
Selain posyandu, bang Ara juga menyoroti pemenuhan fasilitas kesehatan di DKI terutama puskesmas. Bang Ara mengungkapkan dari 267 Kelurahan di DKI Jakarta, ada 30 kelurahan yang belum memiliki puskesmas.
“ini jelas melanggar prinsip keadilan dalam pemenuhan fasilitas kesehatan bagi warga DKI, dimana warga di 30 kelurahan sangat kesulitan untuk berobat ketika sakit karena tidak memiliki puskesmas di kelurahannya.” ungakap bang Ara.
Sementara itu, Agung Nugroho, ketua nasional Rekan Indonesia menilai bahwa permasalahan kesehatan di DKI mulai dari persoalan infrastruktur kesehatan seperti puskesmas, pelayanan kesehatan, subsidi makanan bergizi bagi balita, sosialisasi program kesehatan daerah, dan penanggulangan penyakit menular dan tidak menular yang selama ini kurang optimal lebih diakibatkan karena paradigma pembangunan ekosistem kesehatannya masih bertumpu pada kuratif dan rehabilitatif, sementara pembangunan preventif (pencegahan) dan promotif (edukasi ) masih dinomor seratuskan.
Padahal, menurut Agung , pembangunan preventif dan promitif yang berbasis peran partisipasi aktif warga harus dibangun untuk mengatasi permsalahan kesehatan di DKI. Warga harus diajak untuk berkolaboratif mengatasi permasalahan kesehatan di lingkungan tempat tinggalnya sehingga lambat laun paradigma kesehatan di DKI bukan lagi pada kuratif dan rehabilitasi.
“Karena kuratif dan rehabilitasi itu memakan banyak biaya dari APBD, dan itu akan terus berlangsung ketika kesadaran preventif dan promitifnya tidak terbangun ditengah warga untuk ikut bertanggungjawab terhadap persoalan kesehatan di lingkungan tempat tinggalnya.” jelas Agung
Agung menambahkan, dengan terbangunnya preventif dan promotif kesehatan berbasis partisipasi aktif warga, maka persoalan kurangnya fasilitas kesehatan seperti puskesmas bisa teratasi karena puskesmas akan kembali pada fungsi awalnya hanya sebagai pusat preventif dan promotif kesehatan lingkungan bukan terfokus pada kuratif seperti saat ini.
Be the first to comment on "Rekan Indonesia Adakan Sosper Bersama Wakil Ketua Komisi E Bang Ara"