Pemerintah di berbagai belahan dunia sedang menghadapi sejumlah tantangan sosial, kesehatan, pemerintahan, dan ekonomi yang disebabkan oleh pandemi COVID–19. Berbagai tantangan tersebut telah menimbulkan dilema bagi pemerintah itu sendiri. Di satu sisi pemerintah dihadapkan pada kesenjangan antara apa yang diharapkan masyarakat dengan kenyataan terhadap kinerja pemerintah dalampenanganan COVID–19. Di sisi lain, kapasitas sumber daya yang dimiliki oleh pemerintah masih terbatas. Hal ini berakibat pemerintah kurang mendapatkan apresiasi, dan dukungan oleh masyarakat di saat pemerintah sedang menghadapi situasi ketidakpastian.
Fenomena global menunjukkan ketidakpuasan masyarakat atas respon pemerintah terhadap penanganan COVID–19 di 58 negara. Masyarakat merasa bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah belum sesuai sebagaimana harapannya, sehingga perlu mencari langkah yang tepat untuk penanganan COVID–19. Citra birokrasi yang buruk, bekerja lamban, dan kaku, menjadi stigma negatif yang ditujukan pada institusi birokrasi. Hal ini menyebabkan timbulnya ketidakpercayaan terhadap kinerja pemerintah selama penanganan COVID-19 menjadi beban tambahan yang dipikul oleh pemerintah.
Indonesia salah satu negara yang mengalami penurunan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah dalam penanganan COVID–19. Sebuah survei dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada tahun 2021 menunjukkan terjadinya penurunan kepercayaan masyarakat terhadap Presiden Indonesia dalam penanganan COVID–19 (LSI, 2021). kegagalan pemerintah daerah dalam pengelolaan pandemi telah memicu siklus ketidakpercayaan publik di Makassar, Indonesia. Berbagai bentuk protes publik terhadap kegagalan pemerintah diungkapkan melalui demonstrasi, penutupan jalan, pengambilan paksa mayat yang diduga positif COVID-19, serta mengabaikan protokol kesehatan di Makassar.
Pengendalian pandemi COVID–19 dibutuhkan partisipasi masyarakat untuk memecahkan masalah secara bersama. Peran warga negara memainkan peran penting seperti keterlibatan dalam musyawarah selama kondisi krisis COVID-19 melanda, bahkan masyarakat mampu memilih strategi untuk bertahan hidup mandiri.
Saat ini, kasus terkonfirmasi positif COVID–19 dunia, khususnya di kawasan Asia Tenggara, mengalami penurunan. Data menunjukkan penurunan signifikan terjadi pada 14 April 2022, dengan konfirmasi positif 270.861 orang, turun menjadi 174.007 orang pada 11 Juli 2022 (WHO, 2022). Penurunan ini antara lain karena keberhasilan program vaksinasi yang dilakukan pemerintah di berbagai kawasan Asia Tenggara.
Saat ini pula kita dihadapkan pada fase post–pandemic, dimana banyak “pekerjaan rumah” pemerintah untuk menata kembali dampak yang disebabkan oleh pandemi COVID–19. Kekhawatiran saat ini seperti memperbaiki ekonomi negara, pariwisata, biaya kesehatan, infrastruktur, pendidikan, dan hal lainnya pasca pandemi, tidak mampu dilakukan oleh organisasi atau sektor mana pun bila berjalan sendiri. Keterbatasan pemerintah dalam ketersediaan kapasitas, tenaga ahli, dan pendanaan merupakan permasalahan yang sangat sering muncul dalam pelaksanaan kebijakan, inovasi, maupun pelayanan publik.
Kolaborasi menjadi solusi dalam pemecahan masalah yang kompleks apabila pimpinan sektor publik menjadikan pendekatan ini sebuah alternatif yang efektif dalam pemecahan masalah. Di saat ekonomi memasuki fase pemulihan, penting bagi para pembuat kebijakan di semua negara untuk menghapus segala bentuk yang menghambat pertumbuhan ekonomi, dan mendukung penuh kebijakan pada pengembangan lingkungan bisnis yang kompetitif. Pemerintah dipandang juga perlu mengembangkan produk ekonomi kreatif.
Langkah-langkah tersebut adalah kunci untuk pemulihan yang kuat, ketahanan terhadap krisis di masa depan, dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang berkelanjutan pasca pandemi. Pemerintah harus menyusun dan mengambil langkah cepat untuk pemulihan ekonomi di masing-masing negara, salah satunya melalui kolaborasi lintas sektor.
Dan tantangan pemulihan ekonomi pasca pandemi melalui kolaborasi memerlukan penilaian yang cermat terhadap sumber daya yang dimiliki pemerintah dengan kebutuhan atau masalah yang sedang dihadapinya. Hal ini menjadikan pimpinan di sektor publik perlu meninggalkan struktur hirarki, prosedur yang kaku, dan melibatkan aktor di luar pemerintah, baik sektor swasta dan nirlaba.
Prospek kolaborasi melalui kerja sama memungkinkan menjawab keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh pemerintah pasca pandemi COVID–19. Namun, Keberhasilan dalam berkolaborasi sangat didukung pada kemampuan manajer publik. Sehingga diperlukan keterampilan–keterampilan untuk menyakinkan organisasi lain untuk kolaborasi.
Dan kunci pentingnya adalah perubahan cara pandang pemerintah yang menganut paradigma model birokrasi tradisional sudah dapat ditinggalkan menuju ke birokrasi adaptif, inovasi, fleksibel, dan kolaborasi. Sehingga keterbatasan yang dimiliki oleh pemerintah dapat diatasi dengan cara pandang birokrasi baru.
Be the first to comment on "Menumbuhkan Kembali Kepercayaan Rakyat Pada Pemerintah Di Pasca Pandemi"