Oleh; Dr. apt. Chazali H. Situmorang, M.Sc /
Ketua DJSN 2011-2015
Kenapa hanya Direksi BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan saja yang disebut dalam penantian?. Sebab untuk Dewas kedua BPJS sudah diputuskan oleh Komisi IX DPR, yang berasal dari unsur masyarakat, pekerja dan pemberi kerja.
Mereka yang sudah diputuskan DPR itu, disampaikan ke Presiden untuk diterbitkan Keputusan Presiden bersamaan dengan Dewas dari unsur Pemerintah yang penetapannya ditangan Presiden.
Ada yang tidak lazim pada pengumuman calon Dewas dan Direksi BPJS kali ini. Pansel yang ditetapkan Presiden dengan Keputusan Presiden, melaksanakan proses seleksi berdasarkan Perpres 81/2015, yang tugasnya antara lain menyampaikan kepada Presiden dan mengumumkan hasil seleksi Pansel sejumlah 2 kali yang dibutuhkan.
Untuk BPJS Kesehatan, diusulkan sebanyak 16 orang, untuk ditetapkan 8 orang Direksi, dan salah satunya ditunjuk Presiden sebagai Direktur Utama. Anggota Dewas 14 orang, sepuluh diantaranya yang mewakili pekerja, pemberi kerja dan masyarakat, dipilih 5 orang terdiri dari unsur pekerja 2 orang, pemberi kerja 2 orang , dan masyarakat 1 orang. 4 orang yang lain, ditetapkan Presiden 2 orang, masing-masing 1 0rang mewakili Kementerian Kesehatan dan Kementerian keuangan.
Hal yang sama juga berlaku untuk BPJS ketenagakerjaan. Tetapi jumlah yang diusulkan sebanyak 14 orang, akan diambil 7 orang Direksi dan salah satunya menjadi Direktur Utama yang ditetapkan oleh Presiden.
Untuk Dewas BPJS Ketenagakerjaan, mekanismenya sama, bedanya adalah unsur pemerintah, ditunjuk 2 orang mewakili Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Keuangan. Pejabat Kementerian keuangan menang banyak mengisi posisi Dewas. Belum lagi sebagai Komisaris di BUMN tidak terbilang.
Baca Juga : Asabri Untuk Jaminan Sosial Prajurit
Apa yang tidak lazim yang dimaksud?. Kita sama mengetahui bahwa yang mengumumkan calon Dewas dan Direksi BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan bukan oleh Ketua masing-masing Pansel. Tetapi Menteri Sekretaris Negara Bapak Pratikno. Banyak Pansel lain bentukan Presiden atas perintah UU, yang mengumumkan Ketua didampingi anggota Pansel, sebut saja Pansel KPK, Pansel Ombudsman, Pansel Komisioner OJK, dan lain-lain.
Apa yang melatar belakanginya, tidak ada yang mengetahuinya, kecuali Pak Pratikno dan Pansel itu sendiri. Sepertinya mereka lebih nyaman dan aman berada dibelakang Pak Pratikno.
Menarik dicermati, untuk BPJS Ketenagakerjaan, 4 orang Direksi (termasuk Dirut) ikut seleksi, dan 1 orang ikut seleksi Direksi di BPJS Kesehatan. Keempat orang yang ikut seleksi tidak ada satupun yang lolos. Direksi yang nyasar seleksi ke BPJS Kesehatan lolos masuk 16 besar.
Persoalan tidak sampai disitu saja. BPJS Ketenagakerjaan saat ini sedang dilakukan penyidikan oleh Kejaksaan Agung terkait dugaan kasus dana investasi. Semua Direksi diperiksa sampai hari ini, termasuk Direksi yang lolos seleksi di BPJS Kesehatan.
Pemeriksaan Kejaksaan sudah beberapa bulan, bersamaan waktunya dengan proses seleksi Pansel yang melelahkan. Kabarnya Dirut, Direksi Investasi dan Direktur Keuangan ( yang lolos seleksi BPJS Kesehatan), mengalami tekanan luar biasa dalam menghadapi pemeriksaan. Berbagai argumentasi dan data-data pendukung atas pembenaran kebijakan investasi telah disampaikan kepada pihak Kejaksaan.
Sudah saatnya pihak Kejaksaan Agung segera menentukan status hukum kasus kebijakan investasi itu, apakah terbukti, tidak terbukti. Apakah ada kerugian negara atau tidak ada kerugian negara, sebelum para Direksi berakhir jabatannya 19 Februari 2021.
Bagi Direktur keuangan BPJS Ketenagakerjaan yang lolos seleksi di BPJS Kesehatan, harus juga ada kepastian. Jangan sampai Presiden mengumumkan yang bersangkutan sebagai Direksi, tidak berapa lama, Kejaksaan mengumumkannya menjadi tersangka. Ini tentu tidak diharapkan dan tidak baik bagi antar institusi Kepresidenan dan Kejaksaan Agung.
Siapapun yang menjadi Direksi kedua BPJS, yang penting mereka harus segera bersatu membentuk The Dream Team untuk mencapai visi dan misi kelembagaan. Demikian juga Dewasnya harus solid dan berintegritas tinggi dalam melaksanakan tugasnya, profesional. Berbagai masukan dari “fraksi” pekerja, pemberi kerja dan pemerintah harus di convergensikan menjadi out put yang terintegrasi, menyatu, tidak terlepas-lepas, sebagai dasar pertimbangan merumuskan kebijakan bersama kedua organ (Dewas dan Direksi).
Menyatukan persepsi kedua Organ BPJS (Dewas dan Direksi), memang tidak mudah. Memerlukan kepemimpinan yang kuat dari Dirut maupun Ketua Dewas masing-masing BPJS. Untuk menyatukan para Organ itu, juga kepemimpinan Ketua DJSN dan seluruh anggota DJSN harus kuat. Jika tidak Organ-Organ itu akan “menyepelekan” DJSN. Itu tidak boleh terjadi. Apapun keterbatasan DJSN, sesuai dengan UU SJSN dan UU BPJS, maka DJSN surut berpantang.
Bagaimana cara untuk menyamakan persepsi antar Organ BPJS, tidak perlu lagi kita mengajari DJSN untuk melakukannya. Jam terbang DJSN itu sudah tinggi. Sudah bekerja sejak 2008, dengan berbagai pengalaman dalam melakukan proses transformasi PT Askes dan PT Jamsostek menjadi BPJS Kesehatan dan ketenagakerjaan.
Soal Pemerintah kurang memperhatikan dan kurang mendapat dukungan memadai, tidak perlu berkecil hati. Itu sudah takdir. Songsong saja takdir itu dengan kebesaran jiwa dan keikhlasan yang tinggi. Yakin Usaha Sampai.
Be the first to comment on "Penantian Direksi BPJS Yang Baru (2021-2026)"