Belajar Dari Kesalahan Brazil, Menganggap Remeh Covid 19

map brazil covid
Bagikan Artikel Ini

Oleh: Agung Nugroho, Ketua Nasional Rekan Indonesia

Agung Nugroho Ketua Nasional Relawan Kesehatan (REKAN) Indonesia.

Agung Nugroho Ketua Nasional Relawan Kesehatan (REKAN) Indonesia.

Pemerintahan Brazil yang dipimpin oleh Presiden Bolsonaro sejak 2019 memang menimbulkan kekacauan. Sejak menapakan kaki kekuasaannya pertama kali di Brazil, Bolsonaro membuat kebijakan yang kontroversial. Dimana presiden baru Brazil tersebut membuat kebijakan perang total terhadap gengster dengan memperluas perijinan penjualan senjata api baik genggam maupun laras panjang. Kebijakan tersebut semakin meningkatkan perang terbuka antar gengster dan kepolisian.

Patut diketahui, Brazil adalah negara yang paling banyak memiliki gengster, dan diantara kelompok gengster itu ada 3 kelompok gengster yang paling berpengaruh di Brazil, yaitu Pertama adalah Comando Vermelho (CV) yang muncul sejak akhir 1970-an atau 1979. Mereka menguasai daerah-daerah besar, termasuk perumahan Zona Norte.

Kedua adalah Terceiro Comando Puro(TCP) yang menguasai perkampungan Mare dan Azari. TCP adalah saingan terbesar dari CV yang berdiri tahun 2002. Mereka bahkan saling ancam melalui media sosial sebelum saling adu tembak memperebutkan wilayah.

Dan ketiga, Adios dos Amigosatau ADA yang dibentuk oleh Celso Luis Rodrigues setelah berpisah dengan CV. Luis diusir keluar dari CV karena telah membunuh anggota lainnya. Salah satu peristiwa yang membuat nama ADA mencuat adalah keberaniannya menembaki helikopter polisi sampai menghantam tanah. Pilotnya tewas seketika.

Kebijakan Bolsonaro dalam perang total terhadap gengster mendapat protes keras dari rakyat Brazil, karena kehidupan mereka menjadi terancam setiap saat dengan adanya baku tembak gengster dengan kepolisian yang hampir setiap hari terjadi.

Selain kebijakan soal perang terhadap gengster, tahun 2020 ini Bolsonaro kembali mengeluarkan kebijakan yang kontroversial terhadap penanganan Covid 19. Bolsonaro menjadi satu satunya pemimpin negara di dunia yang masih menganggap enteng wabah Covid 19. Bolsonaro menolak dengan keras karantina wilayah atau lockdown, baginya wabah covid 19 tidak perlu ditakuti. Tidak ada satu pun tindakan pemerintah Brazil yang fokus menangani wabah Covid 19.

Ketika jumlah penderita Corona mencapai angka ribuan di Brazil, Bolsonaro masih saja menganggap remeh virus tersebut dengan mendeskripsikannya sebagai flu biasa. Secara pongah ia juga menyebut, jika Corona menjangkiti dirinya, maka dia hanya akan sakit ringan karena punya rekam jejak sebagai atlet di masa muda. Bahkan Bolsonaro memobilisasi pendukungnya dalam rapat umum terbuka di kota Rio untuk menolak wacana karantina wilayah atau lockdown. Dan pendukungnya setiap seminggu sekali melakukan iring iringan dengan mengangkat peti mati dari kardus sebagai simbol meledek wacana karantina wilayah.

Menteri Kesehatan (menkes) Brazil, Henrique Mandetta pun di pecat oleh Bolsonaro karena terlibat cekcok dalam debat terbuka di stasiun TV Brazil terkait penanganan Covid 19. Hendrique meyakini bahwa Covid 19 bisa diminimalisir dengan menerapkan karantina wilayah atau lockdown, sementara sang presiden tetap berkeyakinan bahwa covid 19 bukan hal yang berbahaya.

Menkes Brazil yang baru Nelson Teich, pengganti Henrique yang baru 1 bulan bertugas pun akhirnya mengundurkan diri karena tidak tahan melihat rakyat Brazil yang setiap hari wafat dengan jumlah ratusan. Sementara sang Presiden masih tetap menganggap remeh wabah covid 19.

Kini Brazil peringkat ke 3 di dunia dalam angka positif dan kematian akibat wabah Covid 19. Rakyat Brazil dilanda depresi, bahkan kepala suku berpengaruh ikut wafat karena Covid 19. Warga juga protes terhadap prosesi pemakaman mayat yang lebih mirip binatang. Bukan hanya itu dibeberapa distrik pun kepala daerah telah menyatakan bahwa kondisi pelayanan kesehatan mereka ambruk.

Jumlah kasus infeksi covid 19 di Brazil mengalami kenaikan signifikan ke angka 254 ribu kasus total kematian akibat virus Corona di Brazil kini mencapai 16.792 orang. Dengan angka ini, Brazil menggeser Inggris sebagai negara ketiga dengan total kasus infeksi virus Corona terbanyak di dunia, setelah Amerika Serikat (AS) dan Rusia.

Data dari Kementerian Kesehatan Brazil menyebutkan kota Sao Paulo sebagai wilayah yang terdampak virus Corona paling parah. Sekitar 64.066 kasus tercatat di Sao Paulo, dengan 4.823 kematian. Rio de Janeiro ada di bawah Sao Paulo, dengan 26.665 total kasus virus Corona dan 2.852 kematian.

Bolsonaro, mengalami penurunan popularitas terkait cara penanganan pandemi Corona. Presiden Brazil itu telah terang-terangan mengecam para gubernur negara bagian yang menerapkan karantina wikayah atau lockdown untuk mengendalikan penyebaran Corona.

Kondisi demikian membuat rakyat Brazil lebih percaya gengster daripada pemerintah pusat. Merasa Bolsonaro tidak melakukan apa-apa dalam mengatasi Corona, gangster di Rio akhirnya berinisiatif mengambil tindakan yang lebih bermanfaat bagi rakyat: melarang mereka keluar rumah selama pandemi berlangsung. Maklum saja, situasi pandemi ini juga merugikan pihak gangster karena perdagangan narkotika jadi terhenti sementara.

Gangster Brazil yang mungkin tak mau mengalami kerugian yang serupa kemudian turun ke jalan ramai-ramai mengimbau warga agar tidak terpapar Corona.

Tindakan sporadis ini memang tidak berlaku di seantero Rio, pun dengan standar operasional prosedur yang sama. Di kawasan Morro dos Prazeres, misalnya, gangster menerapkan pembatasan keluar rumah mulai pukul 20.30. Sedangkan di kawasan Santa Marta, gangster membagi-bagikan sabun dan memasang tanda imbauan untuk mencuci tangan. Di kawasan Mare, gangster membatasi toko untuk beraktivitas. Hanya toko roti saja yang buka sampai jam 11 malam.

Kekacauan di Barzil yang dipicu oleh keputusan sang presiden dalam memprioritaskan ekonomi ketimbang melakukan isolasi wilayah. Padahal, para ahli telah menekankan keputusan itu justru dapat memicu runtuhnya sistem kesehatan Brasil bulan depan.

*) Dirangkum dari berbagai sumber.

Be the first to comment on "Belajar Dari Kesalahan Brazil, Menganggap Remeh Covid 19"

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*